Home

Selasa, 18 Januari 2022

SEJARAH KEKEJAMAN PKI DI INDONESIA


SEJARAH KEKEJAMAN PKI DI INDONESIA

                Partai Komunis Indonesia atau PKI adalah sebuah partai politik yang dibentuk pada 23 Mei 1914 dan dibubarkan pada 12 Maret 1966.
Terbentuknya PKI berawal dari sebuah organisasi bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).  
              
                  ISDV didirikan oleh seorang kaum sosialis Hindia Belanda, Henk Sneevliet pada tahun 1914.  Sneevliet memiliki misi untuk menanamkan paham marxisme-komunisme terhadap perjuangan nasional Indonesia. Cara yang Sneevliet lakukan yaitu dengan menyebarkan pemahamannya tersebut melalui organisasi buruh kereta api di Semarang. 
               
                 Pada kongres ISDV di Semarang, pada tahun 1920, nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH)Semaun dari Surabaya menjadi ketua dalam partai tersebut, dibantu Darsono dari Solo sebagai wakil.  Semaun sendiri merupakan salah satu tokoh penting dalam sebuah organisasi bernama Sarekat Islam, alasannya adalah karena ISDV berpaham antikapitalis.  Di organisasi tersebut, Semaun juga berusaha untuk menanamkan paham komunis yang kemudian menimbulkan perpecahan dua kubu, SI Merah (Komunis) dan SI Putih (Agamis). 
                
                Pada tahun 1924 diadakan kongres Komintern kelima, di mana hasil dari kongres tersebut adalah adanya pengubahan nama kembali menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Adapun tokoh PKI adalah sebagai berikut :
a. Musso 


b. Amir Syarifuddin 

c. DN Aidit 

















d. Abdul Latief Hendraningrat 

e. Alimin Prawirodirdjo
 
f. Darsono 

g. Oetomo Ramelan

h. Misbach 

i. Semaun 

j. Henk Sneevliet


                Pada tahun 1926 - 1927 PKI merasa sudah paling kuat karena anggotanya semakin banyak sehingga PKI membujuk para petani, buruh, kaum miskin untuk melakukan kerusuhan dan kerusakan, diantaranya PKI membakar pabrik, perkebunan, perusahaan, dan kerusakan lainnya dengan tujuan memancing reaksi pemerintah Hindia - Belanda. Akibatnya pemerintah Hindia - Belanda menangkap gembong PKI yang diantaranya Semaun, Darsono, Alimin, Muso, dll dan dibuang ke Rusia dan ribuan buruh, petani, kaum miskin ditangkap, digantung/dibunuh, dan dibuang di Papua oleh pemerintah Hindia - Belanda.

                Bagaimana nasib gembong PKI yang dibuang di Rusia? nasib mereka masih di Rusia bersama para pembesar PKI internasional, dan mereka masih belum berani pulang ke Indonesia karena Indonesiap masih dikuasai pemerintah Hindia - Belanda /belum merdeka.
Barulah pada tanggal 17 Aguatus 1945 ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekannya para tokoh - tokoh PKI yang dibuang di Rusia pulang ke Indonesia guna mempersiapkan strategi penyebaran paham komunis dan mempersiapkan kudeta pemerintahan Indonesia yang sah.

                Pada tanggal 21 Oktober 1945, tepatnya dua bulan setelah Indonesia mereka mendeklarasikan kembali PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dipimpin oleh Musso. Akan tetapi eksistensi PKI saat itu tidak mendapatkan perhatian dari tokoh -tokoh nasionalis dan tokoh - tokoh Islamis akibatnya PKI membuat kerusuhan di sana - sini yang gunanya untuk mendapatkan perhatian dari tokoh - tokoh nasionalis dan Islamis.
              
                  Awal November 1945 PKI yang berbasis di Tegal, Brebes, Pekalongan, dan Pamulang mulai melancarkan aksi kejamnya dengan cara menangkap atau menculik bupati, camat, lurah, dan kepala polisih di wilayah tersebut juga menjadi korban penculikan PKI. Dalam peristiwa tersebut para bupati, camat, lurah, dan tokoh publik harus turun dari jabatannya dan digantikan oleh para tokoh PKI. Aksi penangkapan tokoh - tokoh pejabat oleh PKI juga dilakukan di wilayah Cirebon dengan menangkap bupati dan tentara - tentara disana, tidak hanya itu di Banten juga PKI menculik bupati Lebak Raden Hardiwinangun karena secara tegas menolak paham komunis, kemudian PKI melancarkan serangannya di Tangerang dengan menculik dan membunuh dengan cara menyembelih tokoh nasional yaitu Otto Iskandar Dinata yang tewas ditangan polisi berpaham komunis yakni Mujitaba  yang disebut sebagai anggota laskar hitam PKI.
              
                  Para anggota PKI dengan mudah merebut wilyah - wilayah tersebut dikarenakan pemerintahan masih lemah (baru dua bulan merdeka) tapi PKI sudah berani merongsong pemerintahan.
Pada akhirnya siasat PKI berhasil menarik simpati Bung Karno dengan memanggil tokoh - tokohnya dengan harapan para PKI tidak membuat kerusuhan lagi di wilayah Indonesia. Akhirnya pada tahun 1947 tokoh PKI diangkat sebagai perdana menteri yakni Amir Syarifuddin Harahap.
                
                Dengan diangkatnya perdana menteri Amir Syarifuddn Harahap semakin muluslah jalan PKI dalam melancarkan aksinya, yaitu menempatkan anggota PKI ke dalam lini - lini pemerintahan, misalnya tentara, polisi, PNS, camat, bupati, dan pejabat publik lainnya.
                
                Dengan diangkatnya para tokoh PKI menjadi pejabat pemerintahan menimbulkan protes kepada Bung Karno dari kalangan MASYUMI dan ulama - ulama nasional agar perdana menteri Amir Syarifuddin Harahap dicopot sebagai perdana menteri, akan tetapi waktu itu Bung Karno tidak memiliki alasan yang jelas untuk mencopot Amir Syarifuddun Harahap.
             
                Setahun kemudian tepatnya 17 Januari 1948 saat terjadi perjanjian renville antara Indonesia dengan Belanda, pihak Indonesia diwakili perdana menterinya yang seorang PKI yaitu Amir Syarifuddun Harahap yang isi perjanjian tersebut merugikan pihak Indonesia dan menguntungkan pihak Belanda untuk datang kembali menjajah, diantaranya isi perjanjian renville :
  • Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.
  • Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.
  • Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.
  • Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.
  • Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.
  • Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerak kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).
  • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.
  • Akan diadakan semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.
  • Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.
         Setelah lima hari berselang tepatnya 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin Harahap diberhentikan sebagai perdana menteri dan kabinetnya dibubarkan. Lalu posisi perdana menteri digantikan oleh Drs. Moh. Hatta yang langsung dipilih oleh Bung Karno. Alasan terpilihnya  Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri tidak terlepas dari dukungan para tokoh nasionalis dan Islamis yang sangat kompak untuk menyelamatkan republik ini. 
           
                  Kemudian Bung Hatta membentuk suatu kebijakan yang dikenal dengan sebutan RERA (Reorganisasi dan Rasionalisasi) diterapkan secara efektif pada masa pemerintahan kabinet Moh. Hatta. Pada masa ini kebijakan RERA bertujuan untuk mengurangi pengaruh golongan kiri dalam tubuh Angkatan Perang. Tujuan ini dicapai dengan meleburkan TNI - masyarakat yang dibentuk oleh Amir Syarifuddin Harahap ke dalam TNI. Semua laskar kiri harus melebur diri dalam TNI dan menaati perintah TNI. Selain itu, Moh. Hatta melihat persoalan ekonomi sebagai acuan untuk menyederhanakan Angkatan Perang. Pembiayaan Angkatan Perang juga menjadi permasalahan besar karena adanya inflasi di Indonesia. Oleh karena itu, Moh. Hatta memfokuskan kebijakan RERA ke arah pengurangan personel Angkatan Perang.

                Akibat kebijakan RERA tersebut membuat kemarahan PKI sehingga para tokohnya yang diluar negeri seperti China dan Moscow/Rusia ramai - ramai datang ke Indonesia. Pada bulan Agustus para tokoh PKI membuat kongres yang bertujuan untuk melawan Bung Hatta karena Bung Hatta dianggap sebagai perusak rencana PKI di Indonesia. 

                Pada tanggal 5 September 1948 secara terbuka PKI meminta kepada Bung Karno agar NKRI ini berkiblat ke Uni Soviet (negara komunis), kan tetapi ditolak oleh Bung Karno.
Pada tanggal 10 September 1948 PKI mengumumkan di Madiun sebuah negara baru yang bernama Negara Soviet Indonesia (NSI), yang menjadi presidennya adalah Musso dan wakil presiden adalah Amir Syarifuddin Harahap. Bung Karno beberapa memberikan ultimatum kepada PKI untuk membubarkan NSI tersebut. Akibat pendirian NSI tersebut menimbulkan ketidaksetujuan para ulama, kyai, dan pemimpin pondok pesantren dengan adanya negara di atas negara. Akibatnya banyak para ulama, kyai, pimpinan pondok dibunuh oleh PKI dan pembakaran pondok - pondok pesantren. Tidak hanya para tokoh agama korban pembunuhan oleh PKI tetapi juga gubernur Jawa Timur diculik dan dibunuh, kepala rumah sakit Solo diculik dan dibunuh oleh PKI, Kepala polisi Madiun juga tak terlepas dari penculikan dan pembunuhan, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 10 - 13 September 1948 dan puncaknya pada tanggal 17 September 1948 seorang ulama besar Nahdhatul Ulama K. H. Sulaiman Zuhdi Affandi beserta 108 santri dan para ustadz diseret dengan kejam dan dibunuh lalu dimasukkan ke dalam sumur tua.            
                
                Pada tanggal 18 September 1948 PKI merebut madiun Ponorogo, Pacitan, Rembang, cepu, purwodadi, Sukorejo, Magetan, semua wilayah tersebut berhasil dikuasai PKI.
Timbul sebuah pertanyaan mengapa PKI dengan mudah dapat menguasai wilayah - wilayah tersebut? jawabannya adalah karena PKI memiliki kekuatan militer yang kuat, banyak anggota TNI yang berpaham komunis sehingga kekuatan PKI dapat menunjang perebuatn di setiap wilayah.

                Peristiwa banjir darah di Gorang-gareng yang terjadi tanggal 18 September, petaka terburuk dan keji dalam sejarah bernegara yang dialami bangsa Indonesia. Tak terbilang, berapa banyak kiai dan santri yang nyawanya melayang sia-sia ditangan PKI. Mereka jadi korban keganasan, serta kebrutalan PKI. Kiai dan santri menjadi sasaran utama yang diincar karena mereka dianggap sebagai oknum yang paling bertanggunjawab atas gagalnya pendirian Republik Soviet di Indonesia.

                Kesaksian KH. Rokib, Imam Masjid Jami’ Baitus Salam di Kabupaten Magetan yang diulas banyak sumber, seperti buku Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948 yang dirujuk laman g30s-pki memperlihatkan kebengisan partai komunis ini kepada orang beragama, terutama Islam. “Jika masih ada orang yang menjalankan shalat, PKI merasa sangat terganggu. Sikap tak suka pada agama seringkali diperlihatkan PKI dengan kata-kata sinis, bahkan tindakan yang memancing provokasi,”ungkap KH Rakib.Menurut dia, orang beragama Islam seringkali dihubungkan PKI sebagai anteknya Masyumi, sehingga banyak guru-guru ngaji yang tidak paham soal politik jadi korban. 

                Rokib bercerita, ketika suatu malam di bulan September, sekira pukul 19.00 wib pasukan PKI menggerudug rumahnya, mereka hanya menemukan dirinya. Keluarganya sudah terlebih dahulu diungsikan ke luar kota, jauh dari hikuk pikuk ancaman PKI.      “Saya lalu dikumpulkan bersama tawanan lainnya, bersama tawanan yang tidak saya kenal di daerah Bangsri- masih kawasan Magetan dengan cara tangan diikat renteng bersama tawanan lain, disekap selama satu minggu,”papar Rokib. Ketika suatu hari datang anggota PKI yang membawa daging lembu, sesaat tawanan jadi sepi. Mereka rupanya tengah melangsungkan pesta kecil dan minuman keras. Malam itu, ternyata adalah tanda dipindahkannya semua tawanan ke daerah Gorang-gareng yang jauhnya kurang lebih 12 kilo meter dari Bangsri.

                Sepanjang jalan, menurut Rokib PKI banyak melakukan perampokan, kekerasan dan menyeret para penduduk yang tidak bersalah dijadikan tawanan. Sehingga tawanan yang bersamanya semakin banyak. “Para tawanan dijebloskan ke dalam rumah-ruma loji di asrama pabrik gula gorang-gareng, sekarang pabrik gula Rejosari itu. Satu kamar, yang berukuran 4×4 meter diisi antara 40 sampai 45 orang tawanan. Tapi saya, bersama 18 orang tawanan yang semula diikat dilepaskan, dan dimasukkan ke dalam kamar paling kecil berada di paling ujung. Kami semua berjejal-jejal di dalamnya, ”kata Rokib. PKI yang sudah mulai terdesak oleh pasukan pembersih Siliwangi, semakin bertindak membabi buta dan melakukan penembakan kepada para tahanan secara bergantian dari luar tahanan. Penembakan berlangsung dari pukul 09.00 hingga pukul 11.00. “Ketika pasukan Siliwangi datang mengusir PKI, dan mendobrak pintu-pintu rumah loji yang dijadikan tahanan. Darah tahanan mengenang hingga mata kaki,”papar Rokib terbata-bata.




                Ketika seluruh wilayah Jawa Tengah dikuasai PKI, pasukan TNI (pasukan Siliwangi)  turun atas komando dari Panglima Besat Jenderal Soedirman untuk mengepung pasukan PKI. Ribuan pasukan TNI Siliwangi dari jawa Barat dikerahkan begitu juga pasukan TNI dari Jawa Timur pimpinan Jenderal Gatot Soebroto untuk menumpas PKI. Pertempuran di Madiun terjadi selama 12 hari 12 malam antara PKI dengan pasukan TNI dan puncaknya pada tanggal 30 September 1948 pasukan TNI berhasil mengalahkan PKI dan mengambil alih wilayah yang dikuasai PKI sebelumnya.

                Akibat kekalahannya di Madiun PKI pada tanggal 4 Oktober 1948 dengan kejam membunuh ribuan tawanannya karena marah terhadap TNI yang sudah mengalahkannya. Dan pada bulan Oktober menjadi penanda sepak terjang dari gembong PKI Musso dan Amir Syariffudin karena keduaya berhasil ditangkap dan dieksekusi mati. Ketika gembong PKI sudah terbunuh, Bung Karno tidak mau membubarkan PKI dengan alasan kesalahan PKI hanya pada sekelompok orang saja (Musso, Alimin, dan Amir Syarifuddin).

                     PKI GAYA BARU ALA D.N. AIDIT      

                Setelah PKI tidak juga dibubarkan oleh Bung Karno akibatnya para tokoh PKI merangkul, memuji - muji, mendukung kebijan sepenuhnya  Bung Karno dalam sistem politiknya, klimaksnya Bung Karno memberikan kasih sayangnya kepada PKI. Pada tahun 1951 PKI berhasil mengkonsolidasi diri sehingga puncaknya pada tahun 1955 PKI resmi memgikuti pemilihan umum (PEMILU) pertama di Indonesia dan secara mengejutkan PKI berhasil menempati posisi 4 besar dalam kompetisi pemilu tersebut. Urutan partai politik 4 besar pada saat itu adalah PNI, MASYUMI, NU, dan PKI. Melihat sepak terjang PKI yang berhasil menduduki 4 besar pada pemilu pertama timbullah kemarahan pada ulama.

                Dan puncak kemarahan para ulama pada bulan September 1957 dengan digelar kongres ualama se-Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan. Tujuan digelarnya kongres ulama tersebut adalah meminta presiden Soekarno untuk mengluarkan dekrit pelarangan paham komunis dan pembubaran PKI. Akan tetapi Bung Karno masih kekeh dengan keputusannya yaitu tetap tidak setuju dengan pembubaran PKI. Kemudian dengan penolakan Soekarno atas pembubaran PKI, ada beberapa kelompok kecil kelompok Islam bersama tentara - tentara nasionalis di Sumatera mengalami puncak kemarahan terhadap Bung Karno lalau mereka dirikan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Adapun tujuan dari pendirian PRRI adalah :

a. Untuk melawan PKI.

b. Menjauhkan Bung Karno dari PKI.

c. Untuk menyelamatkan Indonesia dari PKI.

Dan akhirnya pergerakan PRRI berhasil dipadamkan oleh Bung Karno.

Pada tahun 1960 para tokoh PKI berhasil memprovokasi Bung Karno dengan 

                Memberikan bisikan - bisikan ke-komunis. Lalu Bung Karno memiliki sebuah ide bahwasanya Indonesia bisa aman, damai, dan jaya Nasional, Agama, dan Komunis (NASAKOM) harus mejadi satu kesatuan yang dikenal dengan sebutan POLITIK NASAKOM. Sangat disayangkan sekali politik nasakom disetujui oleh 3 partai besar yaitu PNI, NU, dan PKI. Hanya MASYUMI partai politik yang menolak dengan tegas politik nasakom ala Bung Karno. Dan saat itu juga akibat MASYUMI dibubarkan oleh Bung Karno karena dengan tegas menolak politik nasakom.

                Kembali terjadi provokasi PKI terhadap Bung Karno, tepatnya pada tahun 1963 agar Indonesia mengganyang Malaysia, alasan pengganyangan tersebut adalah hasil kerja sama antara partai komunis Indonesia dan Malayasia agar dapat menyatukan kedua negara tersebut menjadi negara komunis. Siasat PKI kertika itu agar mempersenjatai para petani dan buruh. Karena peristiwa tersebut terjadilah demonstrasi GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), GPII menolak dengan tegas gerakan tersebut. Akibat penolakannya GPII akhirnya dibubarkan oleh Bung Karno. Tidak hanya membubarkan GPII akan tetapi Bung Karno membubarkan HMI, begitu juga dengan para ulama, kyai, tokoh yang menolak gerakan tersebut dimasukkan  ke dalam penjara termasuk K. H. Buya Hamka, K.H. EZ. Muttaqin, K.H. Sholeh Iskandar, dll

                Pada bulan Juli 1965 secara resmi Bung Karno mengizinkan dibentuknya angkatan ke V buruh dan tani diberikan senjata. Begitu diizinkan atas perberian senjata PKI dengan semangat mendatangkan 2000 kadernya dan dibawa ke Jakarta tepatnya dikumpulkan di lapangan Halim Perdana Kusuma untuk dilatih perang. Kemudian partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) pimpinan Tan Malaka, Tan Malaka adalah anggota PKI yang keluar akibat kekejaman PKI terhadap rakyat dan negara. Partai MURBA dengan tegas memberitau kepada Bung Karno bahwasanya PKI akan melancarkan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Akibat aksi dari partai MURBA yang memberikan ultimatum terhadap Bung Karno bahwasanya PKI akan mengkudeta pemerintahan yang sah, PKI meminta Bung Karno untuk membubarkan partai MURBA dan seketika itu partai MURBA dibubarkan.

                Pada tanggal 30 September 1965 pagi hari GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) dan Pemuda Rakyat milik PKI demo besar - besaran  di Jakarta. Dan puncaknya pada 31 September 1965 pada malam hari para tentara PKI melancarkan aksi penculikan terhadap 7 jenderal dan dianiaya serta dbunuh dan mayatnya dibuang di lubang buaya. Tujuh jenderal yang diculik oleh PKI adalah :

1. Jenderal Ahmad Yani

2. Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto

3. Letjen S Parman

4. Letjen MT Haryono

5. Mayor Jenderal DI Panjaitan

6.Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

                Setelah terjadinya pembunhan 6 jenderal dan 1 perwira, pada tanggal 1 Oktober 1965 PKI berhasil menguasai RRI (Radio Republik Indonesia) dan mengumumakan pembentukan Dewan Revolusi Baru mengambil alih kekuasaan, dan liciknya mereka agar rakyat tidak marah PKI tetap menjadikan Bung Karno sebagai presiden.

                Anggota TNI Angkatan Darat waktu itu memutuskan untuk mengangkat Jenderal Soeharto untuk memimpin TNI Angkatan Darat. Pada tanggal 2 Oktober 1965 Jenderal Soeharto memimpin TNI untuk menyerbu RRI dan merebut RRI serta menyiarkan secara langsung kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa kudeta PKI gagal dan negara tidak bisa diambil alih oleh PKI. Akhirnya Jenderal Soeharto mengerahkan RPKAD (Resimen Pasukan Khusus Angkatan Darat) kalau sekarang KOPASSUS dipimpin oleh Jenderal Sarwo Edi (mertua Presiden SBY)  untuk menyerbu Halim Perdana Kusuma guna menumpas pasukan tentara PKI dan RPKAD berhasil menumpas tentara PKI sekaligus menguasai Halim Perdana Kusuma.

                Setelah kemenangan atas tentara PKI, barulah pembongkaran 7 jenderal yang dibunuh di sumur lubang buaya oleh PKI. lalu terjadilah demo besar - besaran yang dilakukan oleh NU dan Anshor, mereka menolah atas kekejaman dan kebiadaban PKI di Indonesia, sehingga PKI merasa tersinggung dan memerintahkan anggota PKI untuk membunuh dan menyembelih BANSER dan ANSHOR di seluruh Indonesia.























Crouch, Harold. (1978). The Army and Politics in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. Mortimer, Rex. (1974). Indonesian Communism Under Sukarno: Ideology and Politics, 1959-1965. Ithaca, New York: Cornell University Press.
https://labumi.id/peristiwa-gorang-gareng-pembantaian-keji-pki-kepada-para-kiai-dan-santri/

Senin, 03 Januari 2022

SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA

  •  

SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA


Pengertian demokrasi

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang seluruh  warga negaranya memiliki hak yang sama dalam pengambilan kebijakan atau keputusan yang dapat mengubah kondisi hidup setiap masyarakat. Demokrasi memiliki kelebihan dalam menentukan pemimpinnya secara langsung dalam sebuah sistem pemilihan umum (Pemilu).

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, negara kita sudah beberapa kali mengganti model demokrasinya.

Adapun pergantian model demokrsi di Indonesia sebagai berikut :

a)      1. Demokrasi Liberal atau Parlementer

Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1949 sampai dengan tahun 1959.

Pada saat Indonesia menganut sistem demokrasi ini, pemerintahan Indonesia dipimpin oleh perdana menteri sebagai kepala pemerintahan bersama presiden sebagai kepala negara.

Demokrasi parlementer merupakan sebuah sistem yang mana rakyat memiliki keleluasaan untuk ikut campur dalam urusan politik dan diperbolehkan membuat partai sendiri.

Tokoh – tokoh dari demokrasi parlementer atau liberal ini adalah Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Menurut mereka sistem pemerintahan parlementer atau liberal mampu menciptakan partai politik yang mampu menciptakan partai politik yang bisa beradu pendapat dalam parlemen serta sebagai perwujudan dari demokrasi yang sesungguhnya yaitu dari rakyat, bagi rakyat, dan untuk rakyat.

Penerapan sistem demokrasi parlementer atau liberal ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat (RIS), yang merupakan bentuk negara hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan dengan Belanda, dan resmi dibubarkan dan diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta sistem pemerintahannya berubah menjadi Demokrasi Parlementer dan beradasarkan Undang – Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

            Kendati awal kelahiran dari demokrasi parlementer atau liberal merupakan semangat revolusi, namun akhirnya mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. Bahkan, bisa dikatakan Indonesia mengalami ketidakstabilan pemerintahan.

Secara garis besar, kabinet – kabinet Indonesia terbagi menjadi tujuh era dibawah pimpinan perdana menteri. Berikut ini ketujuh masa tersebut :

1.      Kabinet Natsir (mulai September 1950 sampai Maret 1951)

Kabinet ini sekuat tenaga ingin merangkul semua partai agar terlibat di parlemen. Namun, Mohammad Natsir selaku perdana menteri kesulitan memberikan posisi kepada partai politik yang berseberangan.

Mohammad Natsir  merupakan tokoh Masyumi (Partai Islam yang sangat kuat pada waktu itu), usahanya untuk merangkul PNI (Partai Nasional Indonesia) selalu kandas.

PNI bahkan melakukan tuntutan terhadap Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950 yang dikeluarkan Mohammad Natsir. Sebagian besar anggota parlemen berpihak ke PNI sehingga puncaknya Mohammad Natsir mengundurkan diri dari perdana menteri.

2.      Kabinet Sukiman (mulai April 1951 sampai Februari 1952)

Sukiman merupakan anggota Masyumi ketika itu, beberapa kebijakan Sukiman ditentang oleh PNI, bahkan kabinetnya mendapatkan mosi tidak percaya dari partai politik PNI. Kabinet Sukiman berakhir pada tanggal 23 Februari 1952.

3.      Kabinet Wilopo (mulai April 1952 sampai juni 1953)

Wilopo termasuk perdana menteri yang berhasil mendapatkan masyarakat suara parlemen

Tugas Wilopo ketika menjalankan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan konstituante.akan tetapi, sebelumpemilu dilaksanakan kabinet Wilopo mengalami gulung tikar/bangkrut.

4.      Kabinet Ali Sastroamidjojo (mulai Juli 1953 sampai Juli 1955)

Ali Sastroamidjojo melanjutkan tugas kabinet sebelumnya untuk melaksanakan Pemilu. Pada 31 Mei 1954, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah. Rencananya kala itu, Pemilu akan diadakan pada 29 September (DPR) dan 15 Desember (Konstituante) 1955. Akan tetapi, lagi-lagi seperti yang dialami Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamidjojo bubar pada Juli 1955 dan digantikan dengan Kabinet Burhanuddin Harahap di bulan berikutnya.

5.      Kabinet Burhanuddin Harahap (mulai Agustus 1955 sampai Maret 1956) 

      Burhanuddin Harahap dengan kabinetnya berhasil melaksanakan Pemilu yang sudah direncanakan tanpa mengubah waktu pelaksanaan. Pemilu 1955 berjalan relatif lancar dan disebut-sebut sebagai pemilu paling demokratis. Kendati begitu, masalah ternyata terjadi pula. Sukarno ingin melibatkan PKI dalam kabinet kendati tidak disetujui oleh koalisi partai lainnya. Alhasil, Kabinet Burhanuddin Harahap bubar pada Maret 1956.

6.      Kabinet Ali Sastoamidjojo II (Maret 1956-Maret 1957) 

      Berbagai masalah juga dialami Kabinet Ali Sastoamidjojo untuk kali kedua ini, dari persoalan Irian Barat , otonomi daerah, nasib buruh, keuangan negara, dan lainnya. Ali Sastroamidjojo pada periode yang keduanya ini tidak berhasil memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Kabinet ini pun mulai menuia kritik dan akhirnya bubar dalam setahun.

7.      Kabinet Djuanda (Maret 1957-Juli 1959) 

      Terdapat 5 program kerja utama yang dijalankan Djuanda Kartawijaya, yakni membentuk dewan, normalisasi keadaan Indonesia, membatalkan pelaksanaan KMB, memperjuangkan Irian Barat, dan melaksanakan pembangunan. Salah satu permasalahan ketika itu muncul ketika Deklarasi Djuanda diterapkan. Kebijakan ini ternyata membuat negara-negara lain keberatan sehingga Indonesia harus melakukan perundingan terkait penyelesaiannya.

Akhir Demokrasi Parlementer Singkatnya waktu periode pemerintahan kabinet-kabinet membuat keadaan politik Indonesia tidak stabil, bahkan hal ini ditakutkan berimbas pada segala aspek lain negara. Hal tersebut akhirnya terselesaikan setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Di dalamnya, termuat bahwa Dewan Konstituante dibubarkan dan Indonesia kembali ke UUD 1945 alias meninggalkan UUDS 1950. Selain itu, dibentuk juga Majelis Permusyaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Demokrasi Liberal yang sebelumnya sudah membawa kekacauan terhadap stabilitas pemerintahan akhirnya digantikan dengan sistem Demokrasi Terpimpin yang berlaku sejak 1959 hingga 1965.

Karakteristik demokrasi parlementer

·         Parlemen memegang kekuasaan politik sangat besar

·         Sistem multipartai. Parlemen terdiri dari wakil-wakil partai yang berasal dari beragam aliran/ideologi

·         Pengawasan yang ketat dari parlemen menyebabkan akuntabilitas pejabat negara sangat tinggi

·         Kabinet pemerintahan koalisi tidak stabil dan kerap berganti

·         Pemilu 1955 terlaksana sangat demokratis

·         Hal berserikat dan berkumpul terjamin dengan jelas

 

Peralihan demokrasi parlementer

·         Instabilitas politik dan pemberontakan di berbagai daerah

·         Pemulihan dilakukan dengan mengakhiri Demokrasi Parlementer dan menerapkan Demokrasi Terpimpin

·         Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945


b)     2. Demokrasi Terpimpin

                   Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1965.

Sejarah masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia terkait erat dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistem politik dan pemerintahan ini bersifat terpusat yang membuat kekuasaan Presiden Sukarno menjadi amat kuat. Sebelumnya, Indonesia menerapkan Demokrasi Liberal (1950-1959). Namun, sistem ini tidak stabil, kabinet sering berganti yang akhirnya berdampak pada tidak dijalankannya program kerja kabinet sebagaimana mestinya.

            Di masa Demokrasi Liberal, partai-partai politik saling bersaing dan menjatuhkan. Sementara itu, Dewan Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 belum juga menyelesaikan tugasnya yakni menyusun UUD yang baru.

Dekrit Presiden 1959 Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit. Dikutip dari Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (2001) karya Mahfud M.D, berikut ini isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Pembubaran konstituante. Berlakunya kembali UUD 1945. Tidak berlakunya UUDS 1950. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandai berakhirnya Demokrasi Liberal dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin yang berlaku dari 1959 hingga 1965 memiliki artian bahwa demokrasi dengan pengakuan kepemimpinan.

            Konsep & Tujuan Demokrasi Terpimpin Demokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepri Presiden 1957. Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya: Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.  

Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya. Tujuan sistem Demokrasi Terpimpin adalah untuk menata kembali kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada pelaksanaannya justru kerap melanggar UUD 1945. Sistem Demokrasi Terpimpin mulai ditinggalkan setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya pengaruh dan kekuasaan Presiden Sukarno.

            Karakteristik Demokrasi Terpimpin

·         Sistem kepartaian melemah karena kekuasaan presiden yang semakin besar

·         Peran kontrol DPR Gotong Royong (DPR-GR) melemah

·         Pemilu tidak terselenggara Upaya konsolidasi kekuatan politik dengan cara pembentukan Kabinet Gotong Royong yang mewakili semua fraksi dan partai

·         Upaya konsolidasi kekuatan politik dengan cara pembentukan Dewan Nasional yang dibentuk dari golongan fungsional (wakil buruh, petani, pendeta, ulama, wanita, dll)

·         Sentralisasi kekuasaan di tangan presiden

·         Kewenangan daerah terbatas

·         Kebebasan pers dibatasi, sejumlah media dibredel Peralihan Kudeta gagal PKI lewat G30S pada 1965 Kepemimpinan yang dijalankan tidak memperbaiki kemelut ekonomi dan sosial Soekarno tersingkir dari kekuasaan dan digantikan Soeharto

Peralihan

·         Kudeta gagal PKI lewat G30S pada 1965

·         Kepemimpinan yang dijalankan tidak memperbaiki kemelut ekonomi dan sosial

·         Soekarno tersingkir dari kekuasaan dan digantikan Soeharto

c)      3. Demokrasi Pancasila atau Orde Baru

Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1965 sampai dengan tahun 1998.

Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu antara 1966-1968. Ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pancasila dan Asasnya Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila.

            Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik. Perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis pada Orde Baru. Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto atas dasar beberapa hal, yaitu: Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh Indonesia pada masa ini. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan Indonesia pasca pemberontakan PKI dalam waktu relatif singkat.

 Tetapi harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena sebenarnya tidak ada perubahan subtantif dari kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde lama sebenarnya sama-sama otoriter. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan adalah pengontrol utama lembaga negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun infrastruktur (LSM, Partai Politik dan sebagainya). Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI. Berdasarkan kondisi tersebut, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa. Kenyataan yang terjadi, pelaksanaan Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.


            Karakteristik Demokrasi Pancasila atau Orde Baru

·         Kekuasan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangat tinggi

·         Partai politik dibatasi jumlah dan peran politiknya

·         Pemilu terselenggara teratur setiap lima tahun

·         Tidak ada pergantian kekuasaan politik, Soharto berkukasa selama lima periode pemilu

·         Rekrutmen politik bersifat tertutup

·         Peran militer sangat kuat dengan konsep dwifungsi ABRI

·         Kebebasan pers dibatasi. Pembredelan media massa kerap terjadi

 

            Peralihan Demokrasi Pancasila atau Orde Baru

·         Di akhir Orde Baru, perekonomian kacau, harga BBM dan kebutuhan pokok melambung

·         Demonstrasi massa dimotori mahasiswa menuntut reformasi dan mundurnya Soeharto

·         Pemerintahan mandek akibat sebagian besar menteri mengundurkan diri

·         Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998

d)     4. Demokrasi reformasi

Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1998 sampai dengan sekarang.

Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah wakil presiden selama masa jabatan presiden sebelumnya, Soeharto. Dia menggantikan Soeharto pada tahun 1998 ketika Suharto turun dari kursi kepresidenan. Namun, hal ini tidak mengakhiri sistem politik yang telah diterapkan selama Orde Baru. Banyak orang Indonesia sangat mencurigai Habibie karena kedekatannya dengan Soeharto (yang telah menjadi sosok ayah bagi Habibie) dan fakta bahwa dia adalah pemain penting dalam sistem patronase politik Soeharto. Penolakan Habibie untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh terhadap harta kekayaan Soeharto hanya memperkuat rasa ketidakpercayaan ini.

Habibie tidak memiliki pilihan lain selain meluncurkan program-program reformasi. Dia akan melakukan "bunuh diri politik" jika tidak mematuhi tuntutan masyarakat Indonesia itu. Selama masa kepresidenan Habibie, 30 undang-undang (UU) baru disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), beberapa di antaranya ditandai dengan perbedaan-perbedaan fundamental dengan perpolitikan di masa lampau.

Sejumlah tindakan reformasi penting adalah:

  • Dimulainya kebebasan pers
  • Pemberian izin pendirian partai-partai politik dan serikat-serikat buruh baru
  • Pembebasan tahanan-tahanan politik
  • Pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode lima tahun
  • Desentralisasi kekuasaan ke daerah

Keputusan penting lainnya adalah penjadwalan pemilihan umum baru, yang diselenggarakan pada bulan Juni 1999. Kendati begitu, parlemen belum mempunyai niat untuk mengurangi pengaruh politik militer dan memerintahkan penyelidikan terhadap kekayaan Suharto.

Indonesia memasuki masa peningkatan kekerasan di daerah. Jawa Timur dilanda pembunuhan misterius (yang mungkin dilakukan oleh unit-unit tentara) sementara kekerasan agama berkobar di Jakarta, Ambon (Maluku), Kupang (Nusa Tenggara Timur) beserta Kalimantan Barat. Selain itu, ada tiga daerah yang memberontak terhadap Pemerintah Pusat: Aceh (Sumatera), Irian Jaya (Papua) dan Timor Timur.

Ini semua menghasilkan kondisi yang membuat para investor asing sangat ragu-ragu untuk berinvestasi, sehingga menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Tidak kalah penting adalah pembersihan sektor keuangan Indonesia, yang telah menjadi jantung dari Krisis Keuangan Asia di akhir tahun 1990-an. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), didirikan pada Januari 1998, menjadi sebuah lembaga yang kuat yang melakukan serangkaian kegiatan terpadu dan komprehensif mencakup masalah seperti program liabilitas bank, pemulihan dana negara, restrukturisasi perbankan, restrukturisasi pinjaman bank, dan penyelesaian sengketa kepemilikan saham.

Kasus Timor Timur adalah salah satu hal yang menyebabkan banyak konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Timor Timur telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1975 tetapi diinvasi oleh Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini tidak mengakhiri keinginan Timor Timur untuk merdeka. Habibie memiliki sikap terbuka terhadap kemerdekaan Timor Timur. Dia menyatakan bahwa jika Timor Timur menolak status provinsi otonomi khusus di Indonesia, maka Timor Timur dapat merdeka.

            Karakteristik Demokrasi Reformasi

  • Sistem pemerintahan presidensial
  • Parlemen terdiri dari banyak partai (multipartai)
  • Sistem pemilihan langsung untuk presiden dan kepala daerah
  • Lembaga perwakilan dibagi menjadi DPR dan DPD
  • Desentralisasi kekuasaan dengan model otonomi daerah
  • Kebebasan pers lebih baik
  • Dibentuknya komisi-komisi independen negara seperti KPK



 

 

 

 

 

https://tirto.id/sejarah-masa-demokrasi-parlementer-atau-liberal-di-indonesia-gbDP

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/09/100000169/periode-demokrasi-indonesia-karakteristik-dan-peralihannya

TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA

  TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA   Toleransi berasal dari bahasa Latin 'tolerantia' yang memiliki arti kelembutan hati, kel...