Home

Selasa, 18 Januari 2022

SEJARAH KEKEJAMAN PKI DI INDONESIA


SEJARAH KEKEJAMAN PKI DI INDONESIA

                Partai Komunis Indonesia atau PKI adalah sebuah partai politik yang dibentuk pada 23 Mei 1914 dan dibubarkan pada 12 Maret 1966.
Terbentuknya PKI berawal dari sebuah organisasi bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).  
              
                  ISDV didirikan oleh seorang kaum sosialis Hindia Belanda, Henk Sneevliet pada tahun 1914.  Sneevliet memiliki misi untuk menanamkan paham marxisme-komunisme terhadap perjuangan nasional Indonesia. Cara yang Sneevliet lakukan yaitu dengan menyebarkan pemahamannya tersebut melalui organisasi buruh kereta api di Semarang. 
               
                 Pada kongres ISDV di Semarang, pada tahun 1920, nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH)Semaun dari Surabaya menjadi ketua dalam partai tersebut, dibantu Darsono dari Solo sebagai wakil.  Semaun sendiri merupakan salah satu tokoh penting dalam sebuah organisasi bernama Sarekat Islam, alasannya adalah karena ISDV berpaham antikapitalis.  Di organisasi tersebut, Semaun juga berusaha untuk menanamkan paham komunis yang kemudian menimbulkan perpecahan dua kubu, SI Merah (Komunis) dan SI Putih (Agamis). 
                
                Pada tahun 1924 diadakan kongres Komintern kelima, di mana hasil dari kongres tersebut adalah adanya pengubahan nama kembali menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Adapun tokoh PKI adalah sebagai berikut :
a. Musso 


b. Amir Syarifuddin 

c. DN Aidit 

















d. Abdul Latief Hendraningrat 

e. Alimin Prawirodirdjo
 
f. Darsono 

g. Oetomo Ramelan

h. Misbach 

i. Semaun 

j. Henk Sneevliet


                Pada tahun 1926 - 1927 PKI merasa sudah paling kuat karena anggotanya semakin banyak sehingga PKI membujuk para petani, buruh, kaum miskin untuk melakukan kerusuhan dan kerusakan, diantaranya PKI membakar pabrik, perkebunan, perusahaan, dan kerusakan lainnya dengan tujuan memancing reaksi pemerintah Hindia - Belanda. Akibatnya pemerintah Hindia - Belanda menangkap gembong PKI yang diantaranya Semaun, Darsono, Alimin, Muso, dll dan dibuang ke Rusia dan ribuan buruh, petani, kaum miskin ditangkap, digantung/dibunuh, dan dibuang di Papua oleh pemerintah Hindia - Belanda.

                Bagaimana nasib gembong PKI yang dibuang di Rusia? nasib mereka masih di Rusia bersama para pembesar PKI internasional, dan mereka masih belum berani pulang ke Indonesia karena Indonesiap masih dikuasai pemerintah Hindia - Belanda /belum merdeka.
Barulah pada tanggal 17 Aguatus 1945 ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekannya para tokoh - tokoh PKI yang dibuang di Rusia pulang ke Indonesia guna mempersiapkan strategi penyebaran paham komunis dan mempersiapkan kudeta pemerintahan Indonesia yang sah.

                Pada tanggal 21 Oktober 1945, tepatnya dua bulan setelah Indonesia mereka mendeklarasikan kembali PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dipimpin oleh Musso. Akan tetapi eksistensi PKI saat itu tidak mendapatkan perhatian dari tokoh -tokoh nasionalis dan tokoh - tokoh Islamis akibatnya PKI membuat kerusuhan di sana - sini yang gunanya untuk mendapatkan perhatian dari tokoh - tokoh nasionalis dan Islamis.
              
                  Awal November 1945 PKI yang berbasis di Tegal, Brebes, Pekalongan, dan Pamulang mulai melancarkan aksi kejamnya dengan cara menangkap atau menculik bupati, camat, lurah, dan kepala polisih di wilayah tersebut juga menjadi korban penculikan PKI. Dalam peristiwa tersebut para bupati, camat, lurah, dan tokoh publik harus turun dari jabatannya dan digantikan oleh para tokoh PKI. Aksi penangkapan tokoh - tokoh pejabat oleh PKI juga dilakukan di wilayah Cirebon dengan menangkap bupati dan tentara - tentara disana, tidak hanya itu di Banten juga PKI menculik bupati Lebak Raden Hardiwinangun karena secara tegas menolak paham komunis, kemudian PKI melancarkan serangannya di Tangerang dengan menculik dan membunuh dengan cara menyembelih tokoh nasional yaitu Otto Iskandar Dinata yang tewas ditangan polisi berpaham komunis yakni Mujitaba  yang disebut sebagai anggota laskar hitam PKI.
              
                  Para anggota PKI dengan mudah merebut wilyah - wilayah tersebut dikarenakan pemerintahan masih lemah (baru dua bulan merdeka) tapi PKI sudah berani merongsong pemerintahan.
Pada akhirnya siasat PKI berhasil menarik simpati Bung Karno dengan memanggil tokoh - tokohnya dengan harapan para PKI tidak membuat kerusuhan lagi di wilayah Indonesia. Akhirnya pada tahun 1947 tokoh PKI diangkat sebagai perdana menteri yakni Amir Syarifuddin Harahap.
                
                Dengan diangkatnya perdana menteri Amir Syarifuddn Harahap semakin muluslah jalan PKI dalam melancarkan aksinya, yaitu menempatkan anggota PKI ke dalam lini - lini pemerintahan, misalnya tentara, polisi, PNS, camat, bupati, dan pejabat publik lainnya.
                
                Dengan diangkatnya para tokoh PKI menjadi pejabat pemerintahan menimbulkan protes kepada Bung Karno dari kalangan MASYUMI dan ulama - ulama nasional agar perdana menteri Amir Syarifuddin Harahap dicopot sebagai perdana menteri, akan tetapi waktu itu Bung Karno tidak memiliki alasan yang jelas untuk mencopot Amir Syarifuddun Harahap.
             
                Setahun kemudian tepatnya 17 Januari 1948 saat terjadi perjanjian renville antara Indonesia dengan Belanda, pihak Indonesia diwakili perdana menterinya yang seorang PKI yaitu Amir Syarifuddun Harahap yang isi perjanjian tersebut merugikan pihak Indonesia dan menguntungkan pihak Belanda untuk datang kembali menjajah, diantaranya isi perjanjian renville :
  • Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.
  • Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS.
  • Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.
  • Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera.
  • Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook.
  • Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerak kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur).
  • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.
  • Akan diadakan semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS.
  • Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.
         Setelah lima hari berselang tepatnya 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin Harahap diberhentikan sebagai perdana menteri dan kabinetnya dibubarkan. Lalu posisi perdana menteri digantikan oleh Drs. Moh. Hatta yang langsung dipilih oleh Bung Karno. Alasan terpilihnya  Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri tidak terlepas dari dukungan para tokoh nasionalis dan Islamis yang sangat kompak untuk menyelamatkan republik ini. 
           
                  Kemudian Bung Hatta membentuk suatu kebijakan yang dikenal dengan sebutan RERA (Reorganisasi dan Rasionalisasi) diterapkan secara efektif pada masa pemerintahan kabinet Moh. Hatta. Pada masa ini kebijakan RERA bertujuan untuk mengurangi pengaruh golongan kiri dalam tubuh Angkatan Perang. Tujuan ini dicapai dengan meleburkan TNI - masyarakat yang dibentuk oleh Amir Syarifuddin Harahap ke dalam TNI. Semua laskar kiri harus melebur diri dalam TNI dan menaati perintah TNI. Selain itu, Moh. Hatta melihat persoalan ekonomi sebagai acuan untuk menyederhanakan Angkatan Perang. Pembiayaan Angkatan Perang juga menjadi permasalahan besar karena adanya inflasi di Indonesia. Oleh karena itu, Moh. Hatta memfokuskan kebijakan RERA ke arah pengurangan personel Angkatan Perang.

                Akibat kebijakan RERA tersebut membuat kemarahan PKI sehingga para tokohnya yang diluar negeri seperti China dan Moscow/Rusia ramai - ramai datang ke Indonesia. Pada bulan Agustus para tokoh PKI membuat kongres yang bertujuan untuk melawan Bung Hatta karena Bung Hatta dianggap sebagai perusak rencana PKI di Indonesia. 

                Pada tanggal 5 September 1948 secara terbuka PKI meminta kepada Bung Karno agar NKRI ini berkiblat ke Uni Soviet (negara komunis), kan tetapi ditolak oleh Bung Karno.
Pada tanggal 10 September 1948 PKI mengumumkan di Madiun sebuah negara baru yang bernama Negara Soviet Indonesia (NSI), yang menjadi presidennya adalah Musso dan wakil presiden adalah Amir Syarifuddin Harahap. Bung Karno beberapa memberikan ultimatum kepada PKI untuk membubarkan NSI tersebut. Akibat pendirian NSI tersebut menimbulkan ketidaksetujuan para ulama, kyai, dan pemimpin pondok pesantren dengan adanya negara di atas negara. Akibatnya banyak para ulama, kyai, pimpinan pondok dibunuh oleh PKI dan pembakaran pondok - pondok pesantren. Tidak hanya para tokoh agama korban pembunuhan oleh PKI tetapi juga gubernur Jawa Timur diculik dan dibunuh, kepala rumah sakit Solo diculik dan dibunuh oleh PKI, Kepala polisi Madiun juga tak terlepas dari penculikan dan pembunuhan, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 10 - 13 September 1948 dan puncaknya pada tanggal 17 September 1948 seorang ulama besar Nahdhatul Ulama K. H. Sulaiman Zuhdi Affandi beserta 108 santri dan para ustadz diseret dengan kejam dan dibunuh lalu dimasukkan ke dalam sumur tua.            
                
                Pada tanggal 18 September 1948 PKI merebut madiun Ponorogo, Pacitan, Rembang, cepu, purwodadi, Sukorejo, Magetan, semua wilayah tersebut berhasil dikuasai PKI.
Timbul sebuah pertanyaan mengapa PKI dengan mudah dapat menguasai wilayah - wilayah tersebut? jawabannya adalah karena PKI memiliki kekuatan militer yang kuat, banyak anggota TNI yang berpaham komunis sehingga kekuatan PKI dapat menunjang perebuatn di setiap wilayah.

                Peristiwa banjir darah di Gorang-gareng yang terjadi tanggal 18 September, petaka terburuk dan keji dalam sejarah bernegara yang dialami bangsa Indonesia. Tak terbilang, berapa banyak kiai dan santri yang nyawanya melayang sia-sia ditangan PKI. Mereka jadi korban keganasan, serta kebrutalan PKI. Kiai dan santri menjadi sasaran utama yang diincar karena mereka dianggap sebagai oknum yang paling bertanggunjawab atas gagalnya pendirian Republik Soviet di Indonesia.

                Kesaksian KH. Rokib, Imam Masjid Jami’ Baitus Salam di Kabupaten Magetan yang diulas banyak sumber, seperti buku Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948 yang dirujuk laman g30s-pki memperlihatkan kebengisan partai komunis ini kepada orang beragama, terutama Islam. “Jika masih ada orang yang menjalankan shalat, PKI merasa sangat terganggu. Sikap tak suka pada agama seringkali diperlihatkan PKI dengan kata-kata sinis, bahkan tindakan yang memancing provokasi,”ungkap KH Rakib.Menurut dia, orang beragama Islam seringkali dihubungkan PKI sebagai anteknya Masyumi, sehingga banyak guru-guru ngaji yang tidak paham soal politik jadi korban. 

                Rokib bercerita, ketika suatu malam di bulan September, sekira pukul 19.00 wib pasukan PKI menggerudug rumahnya, mereka hanya menemukan dirinya. Keluarganya sudah terlebih dahulu diungsikan ke luar kota, jauh dari hikuk pikuk ancaman PKI.      “Saya lalu dikumpulkan bersama tawanan lainnya, bersama tawanan yang tidak saya kenal di daerah Bangsri- masih kawasan Magetan dengan cara tangan diikat renteng bersama tawanan lain, disekap selama satu minggu,”papar Rokib. Ketika suatu hari datang anggota PKI yang membawa daging lembu, sesaat tawanan jadi sepi. Mereka rupanya tengah melangsungkan pesta kecil dan minuman keras. Malam itu, ternyata adalah tanda dipindahkannya semua tawanan ke daerah Gorang-gareng yang jauhnya kurang lebih 12 kilo meter dari Bangsri.

                Sepanjang jalan, menurut Rokib PKI banyak melakukan perampokan, kekerasan dan menyeret para penduduk yang tidak bersalah dijadikan tawanan. Sehingga tawanan yang bersamanya semakin banyak. “Para tawanan dijebloskan ke dalam rumah-ruma loji di asrama pabrik gula gorang-gareng, sekarang pabrik gula Rejosari itu. Satu kamar, yang berukuran 4×4 meter diisi antara 40 sampai 45 orang tawanan. Tapi saya, bersama 18 orang tawanan yang semula diikat dilepaskan, dan dimasukkan ke dalam kamar paling kecil berada di paling ujung. Kami semua berjejal-jejal di dalamnya, ”kata Rokib. PKI yang sudah mulai terdesak oleh pasukan pembersih Siliwangi, semakin bertindak membabi buta dan melakukan penembakan kepada para tahanan secara bergantian dari luar tahanan. Penembakan berlangsung dari pukul 09.00 hingga pukul 11.00. “Ketika pasukan Siliwangi datang mengusir PKI, dan mendobrak pintu-pintu rumah loji yang dijadikan tahanan. Darah tahanan mengenang hingga mata kaki,”papar Rokib terbata-bata.




                Ketika seluruh wilayah Jawa Tengah dikuasai PKI, pasukan TNI (pasukan Siliwangi)  turun atas komando dari Panglima Besat Jenderal Soedirman untuk mengepung pasukan PKI. Ribuan pasukan TNI Siliwangi dari jawa Barat dikerahkan begitu juga pasukan TNI dari Jawa Timur pimpinan Jenderal Gatot Soebroto untuk menumpas PKI. Pertempuran di Madiun terjadi selama 12 hari 12 malam antara PKI dengan pasukan TNI dan puncaknya pada tanggal 30 September 1948 pasukan TNI berhasil mengalahkan PKI dan mengambil alih wilayah yang dikuasai PKI sebelumnya.

                Akibat kekalahannya di Madiun PKI pada tanggal 4 Oktober 1948 dengan kejam membunuh ribuan tawanannya karena marah terhadap TNI yang sudah mengalahkannya. Dan pada bulan Oktober menjadi penanda sepak terjang dari gembong PKI Musso dan Amir Syariffudin karena keduaya berhasil ditangkap dan dieksekusi mati. Ketika gembong PKI sudah terbunuh, Bung Karno tidak mau membubarkan PKI dengan alasan kesalahan PKI hanya pada sekelompok orang saja (Musso, Alimin, dan Amir Syarifuddin).

                     PKI GAYA BARU ALA D.N. AIDIT      

                Setelah PKI tidak juga dibubarkan oleh Bung Karno akibatnya para tokoh PKI merangkul, memuji - muji, mendukung kebijan sepenuhnya  Bung Karno dalam sistem politiknya, klimaksnya Bung Karno memberikan kasih sayangnya kepada PKI. Pada tahun 1951 PKI berhasil mengkonsolidasi diri sehingga puncaknya pada tahun 1955 PKI resmi memgikuti pemilihan umum (PEMILU) pertama di Indonesia dan secara mengejutkan PKI berhasil menempati posisi 4 besar dalam kompetisi pemilu tersebut. Urutan partai politik 4 besar pada saat itu adalah PNI, MASYUMI, NU, dan PKI. Melihat sepak terjang PKI yang berhasil menduduki 4 besar pada pemilu pertama timbullah kemarahan pada ulama.

                Dan puncak kemarahan para ulama pada bulan September 1957 dengan digelar kongres ualama se-Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan. Tujuan digelarnya kongres ulama tersebut adalah meminta presiden Soekarno untuk mengluarkan dekrit pelarangan paham komunis dan pembubaran PKI. Akan tetapi Bung Karno masih kekeh dengan keputusannya yaitu tetap tidak setuju dengan pembubaran PKI. Kemudian dengan penolakan Soekarno atas pembubaran PKI, ada beberapa kelompok kecil kelompok Islam bersama tentara - tentara nasionalis di Sumatera mengalami puncak kemarahan terhadap Bung Karno lalau mereka dirikan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Adapun tujuan dari pendirian PRRI adalah :

a. Untuk melawan PKI.

b. Menjauhkan Bung Karno dari PKI.

c. Untuk menyelamatkan Indonesia dari PKI.

Dan akhirnya pergerakan PRRI berhasil dipadamkan oleh Bung Karno.

Pada tahun 1960 para tokoh PKI berhasil memprovokasi Bung Karno dengan 

                Memberikan bisikan - bisikan ke-komunis. Lalu Bung Karno memiliki sebuah ide bahwasanya Indonesia bisa aman, damai, dan jaya Nasional, Agama, dan Komunis (NASAKOM) harus mejadi satu kesatuan yang dikenal dengan sebutan POLITIK NASAKOM. Sangat disayangkan sekali politik nasakom disetujui oleh 3 partai besar yaitu PNI, NU, dan PKI. Hanya MASYUMI partai politik yang menolak dengan tegas politik nasakom ala Bung Karno. Dan saat itu juga akibat MASYUMI dibubarkan oleh Bung Karno karena dengan tegas menolak politik nasakom.

                Kembali terjadi provokasi PKI terhadap Bung Karno, tepatnya pada tahun 1963 agar Indonesia mengganyang Malaysia, alasan pengganyangan tersebut adalah hasil kerja sama antara partai komunis Indonesia dan Malayasia agar dapat menyatukan kedua negara tersebut menjadi negara komunis. Siasat PKI kertika itu agar mempersenjatai para petani dan buruh. Karena peristiwa tersebut terjadilah demonstrasi GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), GPII menolak dengan tegas gerakan tersebut. Akibat penolakannya GPII akhirnya dibubarkan oleh Bung Karno. Tidak hanya membubarkan GPII akan tetapi Bung Karno membubarkan HMI, begitu juga dengan para ulama, kyai, tokoh yang menolak gerakan tersebut dimasukkan  ke dalam penjara termasuk K. H. Buya Hamka, K.H. EZ. Muttaqin, K.H. Sholeh Iskandar, dll

                Pada bulan Juli 1965 secara resmi Bung Karno mengizinkan dibentuknya angkatan ke V buruh dan tani diberikan senjata. Begitu diizinkan atas perberian senjata PKI dengan semangat mendatangkan 2000 kadernya dan dibawa ke Jakarta tepatnya dikumpulkan di lapangan Halim Perdana Kusuma untuk dilatih perang. Kemudian partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) pimpinan Tan Malaka, Tan Malaka adalah anggota PKI yang keluar akibat kekejaman PKI terhadap rakyat dan negara. Partai MURBA dengan tegas memberitau kepada Bung Karno bahwasanya PKI akan melancarkan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Akibat aksi dari partai MURBA yang memberikan ultimatum terhadap Bung Karno bahwasanya PKI akan mengkudeta pemerintahan yang sah, PKI meminta Bung Karno untuk membubarkan partai MURBA dan seketika itu partai MURBA dibubarkan.

                Pada tanggal 30 September 1965 pagi hari GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) dan Pemuda Rakyat milik PKI demo besar - besaran  di Jakarta. Dan puncaknya pada 31 September 1965 pada malam hari para tentara PKI melancarkan aksi penculikan terhadap 7 jenderal dan dianiaya serta dbunuh dan mayatnya dibuang di lubang buaya. Tujuh jenderal yang diculik oleh PKI adalah :

1. Jenderal Ahmad Yani

2. Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto

3. Letjen S Parman

4. Letjen MT Haryono

5. Mayor Jenderal DI Panjaitan

6.Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

                Setelah terjadinya pembunhan 6 jenderal dan 1 perwira, pada tanggal 1 Oktober 1965 PKI berhasil menguasai RRI (Radio Republik Indonesia) dan mengumumakan pembentukan Dewan Revolusi Baru mengambil alih kekuasaan, dan liciknya mereka agar rakyat tidak marah PKI tetap menjadikan Bung Karno sebagai presiden.

                Anggota TNI Angkatan Darat waktu itu memutuskan untuk mengangkat Jenderal Soeharto untuk memimpin TNI Angkatan Darat. Pada tanggal 2 Oktober 1965 Jenderal Soeharto memimpin TNI untuk menyerbu RRI dan merebut RRI serta menyiarkan secara langsung kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa kudeta PKI gagal dan negara tidak bisa diambil alih oleh PKI. Akhirnya Jenderal Soeharto mengerahkan RPKAD (Resimen Pasukan Khusus Angkatan Darat) kalau sekarang KOPASSUS dipimpin oleh Jenderal Sarwo Edi (mertua Presiden SBY)  untuk menyerbu Halim Perdana Kusuma guna menumpas pasukan tentara PKI dan RPKAD berhasil menumpas tentara PKI sekaligus menguasai Halim Perdana Kusuma.

                Setelah kemenangan atas tentara PKI, barulah pembongkaran 7 jenderal yang dibunuh di sumur lubang buaya oleh PKI. lalu terjadilah demo besar - besaran yang dilakukan oleh NU dan Anshor, mereka menolah atas kekejaman dan kebiadaban PKI di Indonesia, sehingga PKI merasa tersinggung dan memerintahkan anggota PKI untuk membunuh dan menyembelih BANSER dan ANSHOR di seluruh Indonesia.























Crouch, Harold. (1978). The Army and Politics in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. Mortimer, Rex. (1974). Indonesian Communism Under Sukarno: Ideology and Politics, 1959-1965. Ithaca, New York: Cornell University Press.
https://labumi.id/peristiwa-gorang-gareng-pembantaian-keji-pki-kepada-para-kiai-dan-santri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA

  TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA   Toleransi berasal dari bahasa Latin 'tolerantia' yang memiliki arti kelembutan hati, kel...