Home

Senin, 03 Januari 2022

SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA

  •  

SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA


Pengertian demokrasi

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang seluruh  warga negaranya memiliki hak yang sama dalam pengambilan kebijakan atau keputusan yang dapat mengubah kondisi hidup setiap masyarakat. Demokrasi memiliki kelebihan dalam menentukan pemimpinnya secara langsung dalam sebuah sistem pemilihan umum (Pemilu).

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, negara kita sudah beberapa kali mengganti model demokrasinya.

Adapun pergantian model demokrsi di Indonesia sebagai berikut :

a)      1. Demokrasi Liberal atau Parlementer

Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1949 sampai dengan tahun 1959.

Pada saat Indonesia menganut sistem demokrasi ini, pemerintahan Indonesia dipimpin oleh perdana menteri sebagai kepala pemerintahan bersama presiden sebagai kepala negara.

Demokrasi parlementer merupakan sebuah sistem yang mana rakyat memiliki keleluasaan untuk ikut campur dalam urusan politik dan diperbolehkan membuat partai sendiri.

Tokoh – tokoh dari demokrasi parlementer atau liberal ini adalah Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Menurut mereka sistem pemerintahan parlementer atau liberal mampu menciptakan partai politik yang mampu menciptakan partai politik yang bisa beradu pendapat dalam parlemen serta sebagai perwujudan dari demokrasi yang sesungguhnya yaitu dari rakyat, bagi rakyat, dan untuk rakyat.

Penerapan sistem demokrasi parlementer atau liberal ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat (RIS), yang merupakan bentuk negara hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan dengan Belanda, dan resmi dibubarkan dan diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta sistem pemerintahannya berubah menjadi Demokrasi Parlementer dan beradasarkan Undang – Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

            Kendati awal kelahiran dari demokrasi parlementer atau liberal merupakan semangat revolusi, namun akhirnya mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. Bahkan, bisa dikatakan Indonesia mengalami ketidakstabilan pemerintahan.

Secara garis besar, kabinet – kabinet Indonesia terbagi menjadi tujuh era dibawah pimpinan perdana menteri. Berikut ini ketujuh masa tersebut :

1.      Kabinet Natsir (mulai September 1950 sampai Maret 1951)

Kabinet ini sekuat tenaga ingin merangkul semua partai agar terlibat di parlemen. Namun, Mohammad Natsir selaku perdana menteri kesulitan memberikan posisi kepada partai politik yang berseberangan.

Mohammad Natsir  merupakan tokoh Masyumi (Partai Islam yang sangat kuat pada waktu itu), usahanya untuk merangkul PNI (Partai Nasional Indonesia) selalu kandas.

PNI bahkan melakukan tuntutan terhadap Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1950 yang dikeluarkan Mohammad Natsir. Sebagian besar anggota parlemen berpihak ke PNI sehingga puncaknya Mohammad Natsir mengundurkan diri dari perdana menteri.

2.      Kabinet Sukiman (mulai April 1951 sampai Februari 1952)

Sukiman merupakan anggota Masyumi ketika itu, beberapa kebijakan Sukiman ditentang oleh PNI, bahkan kabinetnya mendapatkan mosi tidak percaya dari partai politik PNI. Kabinet Sukiman berakhir pada tanggal 23 Februari 1952.

3.      Kabinet Wilopo (mulai April 1952 sampai juni 1953)

Wilopo termasuk perdana menteri yang berhasil mendapatkan masyarakat suara parlemen

Tugas Wilopo ketika menjalankan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan konstituante.akan tetapi, sebelumpemilu dilaksanakan kabinet Wilopo mengalami gulung tikar/bangkrut.

4.      Kabinet Ali Sastroamidjojo (mulai Juli 1953 sampai Juli 1955)

Ali Sastroamidjojo melanjutkan tugas kabinet sebelumnya untuk melaksanakan Pemilu. Pada 31 Mei 1954, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah. Rencananya kala itu, Pemilu akan diadakan pada 29 September (DPR) dan 15 Desember (Konstituante) 1955. Akan tetapi, lagi-lagi seperti yang dialami Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamidjojo bubar pada Juli 1955 dan digantikan dengan Kabinet Burhanuddin Harahap di bulan berikutnya.

5.      Kabinet Burhanuddin Harahap (mulai Agustus 1955 sampai Maret 1956) 

      Burhanuddin Harahap dengan kabinetnya berhasil melaksanakan Pemilu yang sudah direncanakan tanpa mengubah waktu pelaksanaan. Pemilu 1955 berjalan relatif lancar dan disebut-sebut sebagai pemilu paling demokratis. Kendati begitu, masalah ternyata terjadi pula. Sukarno ingin melibatkan PKI dalam kabinet kendati tidak disetujui oleh koalisi partai lainnya. Alhasil, Kabinet Burhanuddin Harahap bubar pada Maret 1956.

6.      Kabinet Ali Sastoamidjojo II (Maret 1956-Maret 1957) 

      Berbagai masalah juga dialami Kabinet Ali Sastoamidjojo untuk kali kedua ini, dari persoalan Irian Barat , otonomi daerah, nasib buruh, keuangan negara, dan lainnya. Ali Sastroamidjojo pada periode yang keduanya ini tidak berhasil memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Kabinet ini pun mulai menuia kritik dan akhirnya bubar dalam setahun.

7.      Kabinet Djuanda (Maret 1957-Juli 1959) 

      Terdapat 5 program kerja utama yang dijalankan Djuanda Kartawijaya, yakni membentuk dewan, normalisasi keadaan Indonesia, membatalkan pelaksanaan KMB, memperjuangkan Irian Barat, dan melaksanakan pembangunan. Salah satu permasalahan ketika itu muncul ketika Deklarasi Djuanda diterapkan. Kebijakan ini ternyata membuat negara-negara lain keberatan sehingga Indonesia harus melakukan perundingan terkait penyelesaiannya.

Akhir Demokrasi Parlementer Singkatnya waktu periode pemerintahan kabinet-kabinet membuat keadaan politik Indonesia tidak stabil, bahkan hal ini ditakutkan berimbas pada segala aspek lain negara. Hal tersebut akhirnya terselesaikan setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Di dalamnya, termuat bahwa Dewan Konstituante dibubarkan dan Indonesia kembali ke UUD 1945 alias meninggalkan UUDS 1950. Selain itu, dibentuk juga Majelis Permusyaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Demokrasi Liberal yang sebelumnya sudah membawa kekacauan terhadap stabilitas pemerintahan akhirnya digantikan dengan sistem Demokrasi Terpimpin yang berlaku sejak 1959 hingga 1965.

Karakteristik demokrasi parlementer

·         Parlemen memegang kekuasaan politik sangat besar

·         Sistem multipartai. Parlemen terdiri dari wakil-wakil partai yang berasal dari beragam aliran/ideologi

·         Pengawasan yang ketat dari parlemen menyebabkan akuntabilitas pejabat negara sangat tinggi

·         Kabinet pemerintahan koalisi tidak stabil dan kerap berganti

·         Pemilu 1955 terlaksana sangat demokratis

·         Hal berserikat dan berkumpul terjamin dengan jelas

 

Peralihan demokrasi parlementer

·         Instabilitas politik dan pemberontakan di berbagai daerah

·         Pemulihan dilakukan dengan mengakhiri Demokrasi Parlementer dan menerapkan Demokrasi Terpimpin

·         Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945


b)     2. Demokrasi Terpimpin

                   Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1965.

Sejarah masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia terkait erat dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistem politik dan pemerintahan ini bersifat terpusat yang membuat kekuasaan Presiden Sukarno menjadi amat kuat. Sebelumnya, Indonesia menerapkan Demokrasi Liberal (1950-1959). Namun, sistem ini tidak stabil, kabinet sering berganti yang akhirnya berdampak pada tidak dijalankannya program kerja kabinet sebagaimana mestinya.

            Di masa Demokrasi Liberal, partai-partai politik saling bersaing dan menjatuhkan. Sementara itu, Dewan Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 belum juga menyelesaikan tugasnya yakni menyusun UUD yang baru.

Dekrit Presiden 1959 Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit. Dikutip dari Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (2001) karya Mahfud M.D, berikut ini isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Pembubaran konstituante. Berlakunya kembali UUD 1945. Tidak berlakunya UUDS 1950. Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandai berakhirnya Demokrasi Liberal dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin yang berlaku dari 1959 hingga 1965 memiliki artian bahwa demokrasi dengan pengakuan kepemimpinan.

            Konsep & Tujuan Demokrasi Terpimpin Demokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepri Presiden 1957. Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya: Pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem Demokrasi Terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.  

Membentuk kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya. Tujuan sistem Demokrasi Terpimpin adalah untuk menata kembali kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada pelaksanaannya justru kerap melanggar UUD 1945. Sistem Demokrasi Terpimpin mulai ditinggalkan setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya pengaruh dan kekuasaan Presiden Sukarno.

            Karakteristik Demokrasi Terpimpin

·         Sistem kepartaian melemah karena kekuasaan presiden yang semakin besar

·         Peran kontrol DPR Gotong Royong (DPR-GR) melemah

·         Pemilu tidak terselenggara Upaya konsolidasi kekuatan politik dengan cara pembentukan Kabinet Gotong Royong yang mewakili semua fraksi dan partai

·         Upaya konsolidasi kekuatan politik dengan cara pembentukan Dewan Nasional yang dibentuk dari golongan fungsional (wakil buruh, petani, pendeta, ulama, wanita, dll)

·         Sentralisasi kekuasaan di tangan presiden

·         Kewenangan daerah terbatas

·         Kebebasan pers dibatasi, sejumlah media dibredel Peralihan Kudeta gagal PKI lewat G30S pada 1965 Kepemimpinan yang dijalankan tidak memperbaiki kemelut ekonomi dan sosial Soekarno tersingkir dari kekuasaan dan digantikan Soeharto

Peralihan

·         Kudeta gagal PKI lewat G30S pada 1965

·         Kepemimpinan yang dijalankan tidak memperbaiki kemelut ekonomi dan sosial

·         Soekarno tersingkir dari kekuasaan dan digantikan Soeharto

c)      3. Demokrasi Pancasila atau Orde Baru

Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1965 sampai dengan tahun 1998.

Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu antara 1966-1968. Ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pancasila dan Asasnya Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila.

            Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik. Perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis pada Orde Baru. Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto atas dasar beberapa hal, yaitu: Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh Indonesia pada masa ini. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan Indonesia pasca pemberontakan PKI dalam waktu relatif singkat.

 Tetapi harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena sebenarnya tidak ada perubahan subtantif dari kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde lama sebenarnya sama-sama otoriter. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan adalah pengontrol utama lembaga negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun infrastruktur (LSM, Partai Politik dan sebagainya). Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI. Berdasarkan kondisi tersebut, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa. Kenyataan yang terjadi, pelaksanaan Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.


            Karakteristik Demokrasi Pancasila atau Orde Baru

·         Kekuasan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangat tinggi

·         Partai politik dibatasi jumlah dan peran politiknya

·         Pemilu terselenggara teratur setiap lima tahun

·         Tidak ada pergantian kekuasaan politik, Soharto berkukasa selama lima periode pemilu

·         Rekrutmen politik bersifat tertutup

·         Peran militer sangat kuat dengan konsep dwifungsi ABRI

·         Kebebasan pers dibatasi. Pembredelan media massa kerap terjadi

 

            Peralihan Demokrasi Pancasila atau Orde Baru

·         Di akhir Orde Baru, perekonomian kacau, harga BBM dan kebutuhan pokok melambung

·         Demonstrasi massa dimotori mahasiswa menuntut reformasi dan mundurnya Soeharto

·         Pemerintahan mandek akibat sebagian besar menteri mengundurkan diri

·         Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998

d)     4. Demokrasi reformasi

Demokrasi ini terbentuk pada tahun 1998 sampai dengan sekarang.

Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah wakil presiden selama masa jabatan presiden sebelumnya, Soeharto. Dia menggantikan Soeharto pada tahun 1998 ketika Suharto turun dari kursi kepresidenan. Namun, hal ini tidak mengakhiri sistem politik yang telah diterapkan selama Orde Baru. Banyak orang Indonesia sangat mencurigai Habibie karena kedekatannya dengan Soeharto (yang telah menjadi sosok ayah bagi Habibie) dan fakta bahwa dia adalah pemain penting dalam sistem patronase politik Soeharto. Penolakan Habibie untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh terhadap harta kekayaan Soeharto hanya memperkuat rasa ketidakpercayaan ini.

Habibie tidak memiliki pilihan lain selain meluncurkan program-program reformasi. Dia akan melakukan "bunuh diri politik" jika tidak mematuhi tuntutan masyarakat Indonesia itu. Selama masa kepresidenan Habibie, 30 undang-undang (UU) baru disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), beberapa di antaranya ditandai dengan perbedaan-perbedaan fundamental dengan perpolitikan di masa lampau.

Sejumlah tindakan reformasi penting adalah:

  • Dimulainya kebebasan pers
  • Pemberian izin pendirian partai-partai politik dan serikat-serikat buruh baru
  • Pembebasan tahanan-tahanan politik
  • Pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode lima tahun
  • Desentralisasi kekuasaan ke daerah

Keputusan penting lainnya adalah penjadwalan pemilihan umum baru, yang diselenggarakan pada bulan Juni 1999. Kendati begitu, parlemen belum mempunyai niat untuk mengurangi pengaruh politik militer dan memerintahkan penyelidikan terhadap kekayaan Suharto.

Indonesia memasuki masa peningkatan kekerasan di daerah. Jawa Timur dilanda pembunuhan misterius (yang mungkin dilakukan oleh unit-unit tentara) sementara kekerasan agama berkobar di Jakarta, Ambon (Maluku), Kupang (Nusa Tenggara Timur) beserta Kalimantan Barat. Selain itu, ada tiga daerah yang memberontak terhadap Pemerintah Pusat: Aceh (Sumatera), Irian Jaya (Papua) dan Timor Timur.

Ini semua menghasilkan kondisi yang membuat para investor asing sangat ragu-ragu untuk berinvestasi, sehingga menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Tidak kalah penting adalah pembersihan sektor keuangan Indonesia, yang telah menjadi jantung dari Krisis Keuangan Asia di akhir tahun 1990-an. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), didirikan pada Januari 1998, menjadi sebuah lembaga yang kuat yang melakukan serangkaian kegiatan terpadu dan komprehensif mencakup masalah seperti program liabilitas bank, pemulihan dana negara, restrukturisasi perbankan, restrukturisasi pinjaman bank, dan penyelesaian sengketa kepemilikan saham.

Kasus Timor Timur adalah salah satu hal yang menyebabkan banyak konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Timor Timur telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1975 tetapi diinvasi oleh Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini tidak mengakhiri keinginan Timor Timur untuk merdeka. Habibie memiliki sikap terbuka terhadap kemerdekaan Timor Timur. Dia menyatakan bahwa jika Timor Timur menolak status provinsi otonomi khusus di Indonesia, maka Timor Timur dapat merdeka.

            Karakteristik Demokrasi Reformasi

  • Sistem pemerintahan presidensial
  • Parlemen terdiri dari banyak partai (multipartai)
  • Sistem pemilihan langsung untuk presiden dan kepala daerah
  • Lembaga perwakilan dibagi menjadi DPR dan DPD
  • Desentralisasi kekuasaan dengan model otonomi daerah
  • Kebebasan pers lebih baik
  • Dibentuknya komisi-komisi independen negara seperti KPK



 

 

 

 

 

https://tirto.id/sejarah-masa-demokrasi-parlementer-atau-liberal-di-indonesia-gbDP

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/09/100000169/periode-demokrasi-indonesia-karakteristik-dan-peralihannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA

  TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA   Toleransi berasal dari bahasa Latin 'tolerantia' yang memiliki arti kelembutan hati, kel...