Home

Senin, 22 Agustus 2022

CERITA FIKSI (MALIN KUNDANG)


 

Di Indonesia ada banyak kisah yang dijadikan dongeng cerita rakyat. Salah satunya soal

 Malin Kundang, sosok anak durhaka yang konon berasal dari Padang, Sumatra Barat.

Kisah Malin Kundang kerap dikaitkan dengan keberadaan batu yang disebut-sebut

 merupakan jelmaan sosok Malin, tokoh utama dalam cerita tersebut. Daya tarik dari

 cerita rakyat satu ini yaitu pesan moral yang tersirat di dalam ceritanya.

Pesan moral inilah yang bisa menjadi bahan pembelajaran. Misalnya saja, tentang

 kewajiban anak untuk menghormati, menghargai, dan berbakti kepada orang tua.

Cerita Malin Kundang

        Dahulu di sebuah dusun nelayan, tepatnya di Sumatra Barat, hiduplah seorang anak

 laki-laki bernama Malin Kundang. Ia tinggal bersama ibundanya, Mande Rubayah. Sang

 ayah telah lama pergi meninggalkan ibu dan anak semata wayangnya itu.

Malin tumbuh menjadi anak yang cerdas dan pemberani, tapi sedikit nakal. Mereka hidup

 serba kekurangan. Hingga suatu ketika saat Malin beranjak dewasa, ia berpikir untuk

 mencari peruntungan di negeri seberang. Dengan harapan nantinya saat kembali ke

 kampung halaman, ia sudah menjadi saudagar kaya raya.


        Malin tertarik dengan ajakan seorang nahkoda kapal dagang yang dulunya miskin

 sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Tekadnya semakin kuat, Malin meminta

 izin kepada ibundanya. Mande Rubayah sempat tidak setuju dengan keinginan anaknya,

 tetapi karena Malin terus mendesak akhirnya ia mengizinkan.

"Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan lupa

 dengan ibumu dan kampung halamanmu ini, Nak," pesan dari ibunya.

        Ternyata keberadaan Malin di kapal itu sangat disukai. Selain karena ia sangat rajin

 dan selalu siap menolong, ia juga seorang pekerja keras.

Beberapa tahun berlalu, kini Malin telah menjadi seorang nahkoda yang mengepalai banyak

 kapal dagang. Ia pun berhasil memperistri salah seorang putri raja yang cantik jelita.

 Kabar kesuksesannya sampai kepada ibunda Malin. Setiap hari Mande Rubayah

 menyempatkan diri pergi ke dermaga berharap bisa bertemu putranya, Malin.


Malin Kundang kembali ke kampung halaman


        Suatu ketika, sampailah kapal mereka di kampung tempat Malin dulu dibesarkan.

 Malin Kundang pun turun dari kapal. Kemudian disambut oleh ibundanya.

"Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar,"

 katanya sambil memeluk Malin.

Malin Kundang justru malah segera melepaskan pelukan tersebut dan mendorong

ibundanya hingga terjatuh.

        "Wanita tidak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku," kata

 Malin kepada ibunya. Malin berpura-pura tidak mengenal ibunya, karena malu melihat

 ibunya yang sudah tua dan memakai baju compang-camping.

        "Wanita itu ibumu?," tanya istri Malin. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-

pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan hartaku," sahut Malin.

        Melihat tingkah Malin yang congkak di depan istrinya, Mande Rubayah sangat sakit

 hati. Ia melihat kapal anaknya yang bertolak dari pantai, sambil berdoa dalam hatinya

 agar Tuhan menghukum anaknya.

        Badai besar kemudian menerjang kapal Malin Kundang sampai seluruh isinya hancur

 berhamburan. Ternyata serpihan kapal ini berubah menjadi batu karang, termasuk sosok

 Malin Kundang yang sedang bersimpuh.



 

 

 

 

Sumber https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6181753/kisah-malin-kundang-dongeng-populer-dari-sumatra-barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA

  TOLERANSI DALAM KEBHINNEKAAN BANGSA   Toleransi berasal dari bahasa Latin 'tolerantia' yang memiliki arti kelembutan hati, kel...