A.
LATAR BELAKANG PENJAJAH DATANG KE NUSANTARA (INDONESIA)
Sejarah dan Latar Belakang Dalam buku Principles of Political Geography
(1957) yang ditulis oleh Weigert dan W. Hans, disebutkan bahwa pada 7 Juni 1494
disepakati Perjanjian Tordesilas oleh Portugis dan Spanyol. Perjanjian ini
merupakan kesepakatan pembagian dunia antara dua kerajaan Katolik di Eropa
paling berpengaruh saat itu, yakni Portugis dan Spanyol. Kerajaan Portugis
menguasai dunia timur, sedangkan Kerajaan Spanyol menguasai dunia barat, yang
ditentukan lewat perhitungan khusus. Perjanjian Tordesilas sebenarnya merupakan
gagasan Paus Alexander VI dari Vatikan sebagai solusi atas persaingan dua
kerajaan Katolik itu. Ia mengeluarkan kebijakan atau fatwa gold, glory, dan
gospel alias 3G. Dengan demikian, tujuan Portugis dan Spanyol melakukan
penjelajahan samudera, selain untuk memperoleh kekayaan (gold) dan kejayaan
(glory), juga mengusung misi menyebarkan agama (gospel).
Aksi eksplorasi yang dilakukan bangsa Portugis dan Spanyol itu mencakup
hampir seluruh bagian dunia, termasuk Kepulauan Nusantara atau yang kemudian
menjadi wilayah negara Indonesia. Kedatangan pertama bangsa Portugis di
Nusantara adalah pada awal abad ke-16 M. Berhasil menguasai Malaka, Alfonso de
Albuquerque memerintahkan kapal-kapal yang pertama datang untuk melakukan
pelayaran mencari kepulauan rempah-rempah. Rombongan yang dipimpin Alfonso de
Albuquerque tiba di Maluku pada 1512. Di sana Portugis disambut baik oleh
Kerajaan Ternate yang sedang bertikai dengan Kerajaan Tidore. Di sana Portugis
diizinkan untuk membangun sebuah benteng di wilayah Ternate.
Benteng tersebut diberi nama Benteng Sao Paolo. Rajanya Rempah-rempah
Dunia Ada di Indonesia Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Portugis.
Selain membantu Kerajaan Ternate melawan Kerajaan Tidore, Portugis secara
berlahan mulai memonopoli perdagangan yang ada di Ternate.
B. PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAH (PORTUGIS)
1) Perlawanan Kesultanan Ternate
Kebijakan monopoli perdagangan yang dilakukan bangsa Portugis membuat
rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan terhadap
bangsa Portugis. Sultan Hairun kemudian ditangkap dan dihukum mati pada 1570.
Perjuangannya dilanjutkan oleh Sultan Baabullah. Di bawah Baabullah, bangsa Portugis
berhasil diusir dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis lalu menyingkir ke
Pulau Timor dan berkuasa di Timor Timur sampai menjelang akhir abad XX.
2) Perlawanan Kesultanan Demak
Monopoli perdagangan yang dilakukan bangsa Portugis di Malaka, membuat
aktivitas perdagangan para saudagar muslim di tempat itu terganggu. Hal ini
memicu solidaritas dari Kesultanan Demak, baik terhadap Kesultanan Malaka
maupun terhadap para saudagar muslim. Khawatir akan ekspansi Portugis di Pulau
Jawa, maka Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggono terlebih dahulu
menyerang Sunda Kelapa pada tahun 1526 dan berhasil menguasainya. Pada 1527,
tanpa menyadari terjadi perubahan kekuasaan di Sunda Kelapa, bangsa Portugis
tiba untuk membangun benteng. Selanjutnya, Demak di bawah pimpinan Fatahillah
berhasil mengusir bangsa Portugis. Atas kemenangan itu, Fatahillah
mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan yang
gemilang.
3) Perlawanan Kesultanan Aceh
Sultan Ali Mughayat Syah yang memrintah antara 1514- 1530 berhasil
mengusir Portugis dari wilayah Aceh. Selanjutnya, Sultan Alaudin Riayat Syah
al-Qahar (1538- 1571) menentang kekuatan Porutgis dengan bantuan Turki.
Penggantinya, Sultan Alaudin Riayat Syah, juga menyerang bangsa Portugis di
Malaka tahun 1673 dan 1575, Sultan Iskandar Muda (1607-1638) pernah dua kali
menyerang bangsa Portugis di Malaka, yaitu pada tahun 1615 dan 1629 dan
berhasil mengusir Portugis. Meskipun tidak berhasil mengusir bangsa Portugis dari
Malaka, perlawanan rakyat Aceh terhadap bangsa tetap berlanjut hingga Malaka
jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641.
C. ISLAM SEBAGAI FAKTOR UTAMA PEMBANGKIT KESADARAN NASIONAL INDONESIA
Sejarah Indonesia mencatat bahwa pelopor gerakan kebangkitan adalah Boedi
Oetomo yang didirikan pada 20 Mei 1908. Ini merupakan kesalahan sejarah yang
sangat fatal dikarenakan dalam realitas sejarahnya, pada tanggal 6-9 April 1928
justru keputusan Kongres Boedi Oetomo di Surakarta, dengan jelas menolak cita –
cita persatuan Indonesia. Alasan penolakan tersebut disebabkan Boedi Oetomo
lebih mengutamakan system keanggotaannya yang terbatas hanya bangsawan suku
Jawa saja, serta gerakannya sebagai gerakan Djawanisme. Ditandaskan
bahwa terbentuknya integritas nasional dan tumbuhnya kesadaran nasional di
Indonesia, dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut :
a) Factor terbentuknya kesatuan agama bangsa Indonesia. Agama Islam yang
dianut oleh 90 % penduduk Indonesia sehingga timbulnya ukhuwah Islamiyah yang
kuat akan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialism.
b) Factor Islam sebagai symbol perlawanan terhadap penjajah asing
Barat.
c) Factor perkembangan Bahasa Melayu Pasar berubah menjadi Bahasa Persatuan
Indonesia.
D. JAMI’ATUL KHAIR SEBAGAI TONGGAK UPAYA PERLAWANAN TERHADAP PENJAJAH DI
BIDANG PENDIDIKAN ISLAM
Organisasi sosial yang berperan dalam melakukan perubahan sistem atau
lembaga pendidikan Islam terutama di Jakarta. Lengkapnya Al-Jamiatul Khairiyah.
Merupakan organisasi pendidikan Islam tertua di Jakarta, didirikan Senin
Kliwon, 17 Juli 1905 dengan peran besar para ulama asal Arab Hadramaut dan juga
pemuda Alawiyyin, seperti :
-
Sayyid Al-Fachir bin Abdorrrahman Al-Masjhoer
-
Sayyid Mohammad bin Abdoellah bin Shihab
-
Sayyid Idroes bin Achmad bin Shihab
-
Sayyid Sjehan bin Shihab
Sebenarnya pada tahun 1901 Jamiatul Khair belum mendapat izin dari
pemerintah Belanda. Tujuan organisasi adalah mengembangkan pendidikan agama
Islam dan bahasa Arab. Oleh karena perhimpunan tersebut kekurangan tenaga guru,
maka pada konggresnya tahun 1911, diantara satu keputusannya adalah memasukkan
guru-guru agama dan Bahasa Arab dari luar negeri. Kemajuan Jamiatul Khair
tersebut menambah kepercayaan masyarakat Islam di Jakarta (dan Jawa umumnya)
serta daerah sekitarnya.
Organisasi Pembaharuan Islam ini berkantor di daerah Pekojan di Tanjung
Priok (Jakarta). Oleh karena perkembangannya dari waktu ke waktu semakin pesat,
maka pusat organisasi ini dipindahkan dari Pekojan ke Jl. Karet, Tanah Abang.
Organisasi ini dikenal banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, terdiri dari
tokoh-tokoh gerakan pembaharuan agama Islam antara lain, Kyai Haji Ahmad Dahlan
(pendiri Muhammadiyah), HOS Tjokroaminoto (pendiri Syarikat Islam), H.
Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang Islam), dan H. Agus Salim. Bahkan beberapa tokoh
perintis kemerdekaan juga merupakan anggota atau setidaknya mempunyai hubungan
dekat dengan Jamiatul Khair.
Awalnya memusatkan usahanya pada pendidikan, namun kemudian
memperluasnya dengan dakwah dan penerbitan surat kabar harian Utusan Hindia di
bawah pimpinan Haji Umar Said Cokroaminoto (Maret 1913). Kegiatan organisasi
juga meluas dengan mendirikan Panti Asuhan Piatu Daarul Aitam. Di Tanah Abang,
Habib Abubakar bersama sejumlah Alawiyyin juga mendirikan sekolah untuk putra
(aulad) di Jl. Karet dan putri (banat) di Jl. Kebon Melati serta cabang
Jamiatul Khair di Tanah Tinggi Senen.
Pemimpin-pemimpin Jamiatul Khair mempunyai hubungan yang luas dengan luar
negeri, terutama negeri-negeri Islam seperti Mesir dan Turki. Mereka
mendatangkan majalah-majalah dan surat-surat kabar yang dapat membangkitkan
nasionalisme Indonesia, seperti Al-Mu'ayat, Al-Liwa, Al-ittihad dan lainnya.
Tahun 1903 Jamiatul Khair mengajukan permohonan untuk diakui sebagai sebuah
organisasi atau perkumpulan dan tahun 1905 permohonan itu dikabulkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda dengan catatan tidak boleh membuka cabang-cabangnya
di luar di Batavia.
E. KOBARKAN SEMANGAT BERJUANG DAN BERSATU
Perkembangan pendidikan di Indonesia melahirkan golongan cendekiawan.
Golongan ini mengakibatkan terjadinya perubahan pola pikir dalam masyarakat
Indonesia. Golongan cendekiawan telah menyadarkan rakyat Indonesia untuk
bersatu dalam menghadapi kekuasaan Hindia Belanda. Golongan cendekiawan inilah
yang mengubah perjuangan bangsa Indonesia dengan menggunakan strategi yang
modern. Masa ini dikenal sebagai masa “pergerakan nasional”.
Pergerakan nasional ditandai dengan munculnya perubahan perjuangan bangsa
Indonesia untuk mengusir bangsa barat. Hal ini ditandai dengan munculnya
organisasi pergerakan naisonal, diantaranya sebagai berikut:
1) Jami’atul Khair
Organisasi sosial yang berperan dalam melakukan perubahan sistem atau
lembaga pendidikan Islam terutama di Jakarta. Lengkapnya Al-Jamiatul Khairiyah.
Merupakan organisasi pendidikan Islam tertua di Jakarta, didirikan Senin
Kliwon, 17 Juli 1905 dengan peran besar para ulama asal Arab Hadramaut dan juga
pemuda Alawiyyin, seperti :
ü Sayyid Al-Fachir bin
Abdorrrahman Al-Masjhoer
ü Sayyid Mohammad bin
Abdoellah bin Shihab
ü Sayyid Idroes bin
Achmad bin Shihab
ü Sayyid Sjehan bin
Shihab
Sebenarnya pada tahun 1901 Jamiatul Khair belum mendapat izin dari
pemerintah Belanda. Tujuan organisasi adalah mengembangkan pendidikan agama
Islam dan bahasa Arab. Oleh karena perhimpunan tersebut kekurangan tenaga guru,
maka pada konggresnya tahun 1911, diantara satu keputusannya adalah memasukkan
guru-guru agama dan Bahasa Arab dari luar negeri. Kemajuan Jamiatul Khair
tersebut menambah kepercayaan masyarakat Islam di Jakarta (dan Jawa umumnya)
serta daerah sekitarnya.
Organisasi Pembaharuan Islam ini berkantor di daerah Pekojan di Tanjung
Priok (Jakarta). Oleh karena perkembangannya dari waktu ke waktu semakin pesat,
maka pusat organisasi ini dipindahkan dari Pekojan ke Jl. Karet, Tanah Abang.
Organisasi ini dikenal banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, terdiri dari
tokoh-tokoh gerakan pembaharuan agama Islam antara lain, Kyai Haji Ahmad Dahlan
(pendiri Muhammadiyah), HOS Tjokroaminoto (pendiri Syarikat Islam), H.
Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang Islam), dan H. Agus Salim. Bahkan beberapa tokoh
perintis kemerdekaan juga merupakan anggota atau setidaknya mempunyai hubungan
dekat dengan Jamiatul Khair.
2) Sarekat Dagang Islam
Pada tahun 1911 di Laweyan (Surakarta) didirikan Sarekat Dagang Islam
(SDI) oleh saudagar kaya raya yang bernama H. Samanhudi. Latar belakang
didirikan SDI adalah terjadinya persaingan perdagangan antara pedagang pribumi
dan pedagang Cina atau Tionghoa. Tujuan SDI untuk menghimpun pedagang pribumi
agar mampu bersaing dengan pedagang asing, selain itu tujuan utamanya adalah
menghimpun sumber dana ekonomi kaum muslimin dalam upaya keluar dari bingkai
penjajahan.
3) Sarekat Islam
Sarekat Islam pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan
pada tahun 1911 di Solo oleh R.M. Tirtoadisuryo. Pada tahun 1912 diganti
menjadi Sarekat Islam oleh H. Samanhudi. Latar-belakang ekonomi dan politis
didirikannya Sarekat Islam adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap golongan
pedagang Cina yang melakukan monopoli perdagangan batik, dan dalam rangka menghadapi
semua bentuk penindasan, penghinaan, serta kesombongan rasialis baik dari
orang-orang Cina maupun kolonialis Belanda. Selain itu juga memiliki tujuan
dasar sebagai penghimpun kekuatan politik Islam dalam memerdekakan bangsa
Indonesia dari para penjajah.
4) Indische Partij
Indische Partïj (IP) didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung.
Tokoh pendiri IP sering juga disebut “Tiga Serangkai” yaitu E.F.E. Douwes
Dekker (Setyabudi), Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan Cipto
Mangunkusumo. Dilihat dari anggaran dasar dan program kerjanya, IP bertujuan
menumbuhkan dan meningkatkan jiwa integrasi semua golongan untuk memajukan
tanah air yang dilandasi jiwa nasional, serta mempersiapkan diri ke arah
kehidupan rakyat merdeka.
Setelah adanya Congres Centraal Sarekat Islam Pertama – 1e Natico, 1916
M, berubah nama menjadi National Indische Partij, 1919 M, . EF.E. Douwes Dekker
(Setyabudi) pernah berkata : “Jika tidak karena sikap dan semangat perjuangan
para ulama, sudah lama patriotism dikalangan bangsa kita mengalami kemusnahan”.
5) Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi yang bersifat keagamaan, didirikan oleh
K.H. Achmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Tujuan dari organisasi
ini adalah memurnikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist Nabi
Muhammad SAW. Untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah bergerak dalam
pendidikan keagamaan, seperti :
· Memurnikan ajaran
Islam serta menjauhkan dari Tahayyul, Bid’ah, dan Khurafat.
· Sebagai tonggak awal
melepaskan diri dari penjajahan.
· Mengadakan
kegiatan-kegiatan sosial dan budaya;
· Mendirikan
sekolah-sekolah keagamaan;
· Mengadakan
dakwah-dakwah keagamaan.
materinya sangat simpel dan mudah dipahami, thanks!
BalasHapusTernyata sejarahnya gitu ya...terima kasih atas ilmunya
BalasHapus